Gereja Asiria (Gereja Timur) dibentuk pada 33 M oleh St. Tomas. Gereja
ini tidak mengakui Konsili Efesus (431 Masehi). Gereja ini secara keliru
disebut sebagai Nestorianisme; Ortodoks Asiria tidak menganggap diri
mereka Nestorian, dan kesepakatan kristologis baru-baru ini dengan
Gereja-gereja Katolik dan Ortodoks memecahkan perdebatan ini secara
permanen, dan membuka jalan untuk penyatuan kembali.
Gereja Timur Asiria kadang kala, meskipun tidak tepat, dianggap sebagai
sebuah Gereja Ortodoks Oriental. Karena sebahagian besar terpusat di
wilayah Kekaisaran Persia, Gereja ini memisahkan diri secara
administratif dari Gereja Besar di Kekaisaran Romawi sekitar tahun 400
Masehi, dan kemudian keluar dari persekutuan dengan Gereja Besar sebagai
reaksi terhadap keputusan Konsili Efesus yang diselenggarakan pada
tahun 431. Selain itu, Gereja Assyria menghormati orang-orang kudus yang
di-anathema oleh Gereja Besar dan turunan-turunannya. Lagi pula Gereja
Asiria menerima suatu bentuk Kristologi yang bersifat Nestorian atau
mirip-Nestorian yang ditolak oleh Komuni Ortodoks Oriental.
Sementara itu Gereja Syria di Persia akibat penganiayaan para shah yang
begitu kejam akibat provokasi dari para Majus atau pemimpin Agama
Zoroaster penyembah api itu, karena dicurigai menjadi antek Byzantium
yang beragama Kristen, musuh bebuyutan Persia itu, memutuskan untuk
memiliki Patriarkh sendiri, lepas dari Antiokhia, karena Antiokhia
berada dalam wilayah Byzantium. Dan untuk meyakinkan Shah Persia bahwa
mereka bukan antek Byzantium, maka secara alamiah mereka menerima
theologia Syria dari Nestorius, karena selama ini Gereja Syria, di
Persia, memang menghormati tulisan-tulisan Theodoros dari Mopsuestia,
guru dari Nestorius. Demikianlah meskipun Nestorius akhirnya meninggal
sebagai rahib di padang gurun Libia, ajarannya tetap dipertahankan oleh
Gereja Syria di Persia. Maka Gereja Syriapun terpecah menjadi dua, yaitu
di Syria Barat yang mengikuti definisi dari Kyrillos dari Alexandria
dan di Syria Timur yang mengikuti definisi Nestorius, orang Syria itu.
Sejak saat itu Gereja Syria Timur ini terkenal dengan nama Gereja
Nestorian, meskipun sebenarnya mereka sendiri tak pernah menyebut diri
mereka demikian. Gereja Nestorian ini sekarang lebih dikenal sebagai
Gereja Assyria Timur. Ajaran mereka sebenarnya tak sejauh Nestorianisme
yang dituduhkan pada mereka, dan praktek-praktek mereka tak beda dengan
praktek-praktek Gereja Orthodox. Sehingga ada beberapa sarjana modern
yang menyebut mereka sebagai ”Gereja Orthodox Pre-Kalsedonia”.
Gereja ini tiba di Indonesia sejak abad ke-7. yakni di 2 tempat yang
bernama Pancur (Sekarang wilayah Deli Serdang) dan Barus (Sekarang
wilayah Tapanuli Tengah) di Sumatra (645 Masehi).
Sejarah ini telah tercatat oleh ulama Syaikh Abu Salih al-Armini dalam
bukunya dengan judul FIBA “Tadhakur Akhbar min al-Kana’is wa al-Adyar
min Nawabin Mishri wa al-Iqta’aih” (Daftar berita pada gereja-gereja dan
monastries di provinsi-provinsi Mesir dan sekitarnya). Daftar
gereja-gereja dan monastries dari naskah asli dalam bahasa Arab dengan
114 halaman ini berisi berita tentang 707 gereja-gereja dan 181
monastries Kristen yang tersebar di sekitar Mesir, Nubia, Abysina,
Afrika Barat, Spanyol, Arab dan India . Dalam bukunya (Abu Salih), tanah
Indonesia masih dimasukkan dalam wilayah India (al-Hindah).
Tentu saja pada waktu-waktu, negara laut terjauh juga disebut Hindia dan
Samudra dimasukkan ke Selatan India sampai ke Timur disebut laut India.
Setelah itu Abu Shalih menuliskan tentang gereja-gereja di Kullam
(Quilon) dan gereja-gereja di Fansur (Barus). Jika kita membaca
penjelasan Abu Shalih dalam teks bahasa Arab:
“Fansur, fiha ‘iddah Biya’ Jami wa ‘min min Biha sebuah
Nashatorah-Nashara, wa Hal fiha kadzalika. Wa Hiya allatiy yasala minha
al-Kafur, Hadza wa al-Sinfu yanbuka min al-khasah. Wa hadzihi al-Madinat
Biha bi’at wahidat ‘ala Ismi mar’at Sittna al-Saydat al-Adzra’ Maryam.
( Di Fansur, ada beberapa gereja dan orang Kristen dan mereka adalah
orang kristen dari Nestorian [Suriah Timur ] dan jadi ini adalah kondisi
gereja-gereja. Di kota itu ada didirikan gereja dengan nama: Sayidatina
Siti Maryam al-Adzra [Bunda Maria, Perawan Maria yang Murni]).
Abu Shalih al-Armini yang bekerja pada saat ketiga dari khulafat
terakhir / khalifah dari Fatimiyah di Mesir (115 – 1171 M) yang menulis
buku berdasarkan sumber Arab di luar waktu, seperti: Abu al-Hussain ‘
Ali bin Muhammad al-Shabushti, Kitab al-Adyar (990 M) dan Abu Ja’far Ath
Thabariy, Tarikh ar-Rasul wa al-Muluk (923 M). Di kota-kota pusat
pengetahuan Kristen di masa lalu seperti, Nisibis, Harran, Yundi Shapur
dan Baghdad, para ulama Kristen bekerja sama dengan ulama. Pencapaian
atas hubungan antara Kristen-Islam itu dalam perkembangan ilmu di tanah
Arab itu terjadi ketika waktu khalifah al-Ma’mun 833 M telah membuka
“Bait al-Hikmah” (Rumah Kebijaksanaan), yang dipimpin oleh dua pendeta
Kristen: Yusuf bin ‘Adi dan Hunain bin Ishaq. Sisi Kristen telah membuka
harta karun budaya / Suriah Aram dan telah menerjemahkan Filsafat dan
Seni Yunani ke dalam bahasa Arab. Ada cerita lain Kristen di Indonesia
menurut sejarah Indonesia sebelum dan setelah 645 Masehi. Seperti
sebagai Mar Abdhi’sho (Arab: ‘Abdi’ Isa) telah ditahbiskan sebagai
Metropolitan Gereja Khaldea (Rules of Ecclesiastical Judments 1318
Masehi sudah menyebutkan bahwa “Metropolitan Kepulauan Laut … Dabag, Sin
dan Masin” diakui tertulis dalam teologi dan dalam hukum kanonik gereja
dalam bahasa Aram / Syriac dan Arab Dabag,. kadang juga dieja sebagai
Dabag dan Jabag itu adalah kata Arab untuk Jawa dan Sumatera pada satu
waktu sejak abad 10 Patriarkh Elias. V di tahun 1503 Masehi telah
dikirim 3 Metropolitan di India dan pulau laut antara Dabag, Sin dan
Masin. Mereka adalah Mar Jab ‘Alaha, Mar Ya’qub Denha dan Mar.
Sumber:
1. Abu Salih The Armenian, The Churches and Monastries of Egypt and Some
Neighbouring Countries. Edited by B.T.E. Evvets (Oxford:At the
Clarendon Press, 1969), p.16
2. Ibid, p.299.
3. Y.W.M. Bakker,”Umat Katolik Perintis Indonesia”, dalam M.P.M Muskens
Pr, Sejarah Gereja Katolik Indonesia (Jakarta: Bagian Dokumentasi
Penerangan MAWI, 1976), p.38.
4. Prof. Sutjipto Wiryosaputro, “Agama Kristen telah meluas di Indonesia
sejak abad ke 7”, dalam Majalah Manusia Indonesia, No.4/1970, p.
151-156.
5. Y.W.M. Bakker, Op.Cit, pp.30-31.
6. John C. England, The Hidden History of Christianity in Asia: The
Churches of the East before 1500 (New Delhi-Hongkong: ISPCK and CCA,
1996), p.98.
7. Ibid.
8. Y.W.M. Bakker, SJ. Op.Cit, p.34
9. Noorsena, Bambang, The Flash Back of The Indonesian History, Syriac Christian in India and in Indonesia, March 10th, 2000.