Anak SD ditanya temannya: 2 + 2 sama dengan berapa ?
Dijawab dengan lantang: Empat.
Teman: Kenapa kok Empat ?
SD: Ya jelas Empat dong, kan di Buku Pelajaran Sekolah tulisannya begitu.
Anak SMP ditanya temannya: 2 + 2 sama dengan berapa ?
Dijawab: Tentu Empat.
Teman: Kenapa ?
SMP: Coba kamu ambil 2 telur + 2 telur, dihitung, jadi Empat kan ?
Teman: Lho, kalau akar 16 berapa emangnya ?
SMP: Ya Empat juga, disamping itu 5 - 1 atau 8 / 2 juga Empat.
Teman: Kalau menurut saya Log 10.000 itu Empat juga lho.
SMP: Hus... ngawur.... Empat itu bisanya didapat dari +, -, x, /, dan akar saja. Yang lainnya nggak bisa.
Anak SMA ditanya temannya: 2 + 2 sama dengan berapa ?
Dijawab: O, itu hasilnya mendekati Empat.
Teman: Lho kok mendekati ?
SMA: Ya, soalnya kan merupakan Integral dari Luas dibawah kurva
Area-area di grafik yang kalau dijumlah persisnya 3,99999999999 sekian
jadi hampir Empat.
Teman: Kalau menurut aku, Log 10.000 juga Empat lho.
SMA: O iya dong, Log 10^4 kan = Empat.
Anak S1 ditanya temannya: 2 + 2 sama dengan berapa ?
Dijawab: Oo, itu range antara 3,9 - 4,1.
Teman: Lho kok nggak yakin gitu ?
S1: Bukan nggak yakin, karena tidak boleh mengabaikan faktor-faktor lain.
Kan bisa saja 2 yang kamu maksud itu 1,9923 + 2,0876. Iya toh ?
Profesor Matematika ditanya temannya: 2 + 2 sama dengan berapa, Profesor ?
Dijawab: Waduh, itu pertanyaan yang cukup sulit.
Teman: Lho Prof, anak SD saja kan bisa ?
Prof: Soalnya makin saya belajar matematik, makin saya sadar ternyata saya ini belum tahu apa-apa lho.
Teman: Maksudnya ?
Prof: Memang sejauh ini konsensus matematikawan sedunia, bahwa 2 + 2 itu
kira-kira Empat. Tapi kamu harus tahu. Bahwa itu dianggap betul,
selama betul ada penemuan lain yang menchallenge-nya.
Teman: Terus jawaban Profesor apa dong ? Kok plin plan sih ? Nggak yakin ya sama ilmunya sendiri ?
Prof: Wah, ya terserah deh. Sebab, ternyata matematika sedemikian luas-nya. Keahlian saya ini nggak seberapa.
Jadi kalau kamu tanya saya 2 + 2 = ?
Saya jawabnya: Menurut Saya sejauh ini 2 + 2 kira-kira Empat, tetapi mungkin suatu hari saya salah lho.
Cerita tersebut dirumitkan sendiri oleh yang menjawabnya supaya kelihatannya pintar. 2 + 2
sama dengan berapa, jelasnya jawabnya 4 bukan karena buku menulis
demikian, tetapi karena memang fakta jasmani dua benda ditambah dua
benda lagi jadinya empat, sebab kata 2 yang dipakai itu bulat, sementara
orang yang ingin dianggap pintar akan membuat alasan sehingga tampak
pintar, sebenarnya ia tidak menjawab pertanyaan penanya tetapi membuat
pertanyaan sendiri untuk menjawab pertanyaannya sendiri yang serupa
dengan pertanyaan penanya untuk membingungkan penanya.
Fokus itu
penting, saat sebuah kebenaran itu dikatakan 2 + 2 = 4 maka itulah kebenaran
yang harus dipegang. Beberapa orang mungkin agar kelihatannya pandai,
mengaburkan angka 2, menjadi 1,99999 sehingga seakan jawabannya bukan 4
tetapi kurang lebih empat. Membuat pertanyaan sendiri akar 16 atau
memberi range kepada angka 2 dan profesor dengan gengsinya mengaburkan
pertanyaan dan mengartikan 2 sebagai sesuatu yang bersumber dari sesuatu
sehingga 2 bukanlah 2 lagi dan lain-lainnya. Bukankah mereka tidak
menjawab pertanyaan 2 + 2, melainkan menjawab pertanyaan yang dibuat
sendiri?
Begitu pun dengan kehidupan sehari-hari. Sering kali orang tidak melihat kebenaran, sebab mereka hendak mendirikan kebenarannya sendiri. Interpretasi manusia yang relatif hanyalah kesombongan tinggi yang bersembunyi didalam kata kata yang kelihatannya rendah hati. Namun manusia yang lebih mengetahui kebenaran justru menyadari bahwa dirinya bukanlah apa-apa. Maka dari itu, kita harus selalu sadar bahwa jangan sampai kita merasa iman bertumbuh ketika mengetahui sesuatu. Padahal sesungguhnya kita tidak mengetahui apa-apa.
Dari: cadangdata
Artikel Terkait: Sayyidina Ali
Thank you for information i am a webmaster and i realiase your blog is very helpful to me...................
BalasHapusseo training in delhi noida
bermanfaat untuk quu... thank's
BalasHapus