Menurut tulisan Bhiksu ShengYen dari Dharma Drum/FaGuShan, beliau mengatakan cara ini sebenarnya bukan berdasarkan ajaran dari sang Buddha. Maksud beliau adalah jangan sampai kita menganggap ini merupakan ciri dari Buddhisme.
Namun tanda itu memiliki makna tersendiri, karena tanda ini dilakukan dengan cara menggunakan dupa yang menyala lalu ditindik ke atas kepala sang bhiksu, ini merupakan sebuah cara yang identik dengan membakar jari. Dalam salah satu kitab suci mahayana tertulis bahwa salah satu bentuk persembahan kepada sang buddha adalah membakar jari. Walaupun cara ini tampak ekstrim, namun memang ada yang melakukannya sebagai tanda ketulusan atas aspirasi mencapai pencerahan. Kita harus melakukannya dengan motivasi yang benar. Sama seperti metode Dutanga (praktek keras) yang dilakukan Mahakasyapa. Tidak semua orang sanggup menjalaninya. Tidak semua orang boleh menjalaninya. Sang Buddha bisa aja menyetujui anda menjalaninya tapi belum tentu menyetujui kepada orang lain. Demikianlah ajaran Buddha, sangat bergantung pada sikap batin para siswanya saat mendidik mereka.
Seiring dengan perkembangan jaman, hal itu menjadi kebiasaan Buddhist Tiongkok dan timbul pula segala macam alasan untuk mengartikannya. Tapi ada Bhiksu yang saya hormati mengambil hal itu sebagai bentuk pengabdian.
Menurut sumber lain, tujuan dibuat tanda ini:
- Melatih ketabahan jiwa
- Berjanji sesuatu kepada sang Budha
- Membersihkan karma-karma buruk di kehidupan sebelumnya
Titik itu awalnya dibuat oleh pemerintah di Tiongkok dinasti Yuan (Mongol) untuk memisahkan yang asli dan yang palsu mengingat banyak biksu palsu yang berkeliaran seperti halnya bhante yang tidak memiliki alis karena dulu banyak bhante palsu di Thailand. Ada pula yang bilang hal itu untuk mendiskirminasikan Bhiksu Mongol dan Bhiksu Han. Di India sendiri, hal itu tidak pernah dipraktekkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar