Apakah Buddhisme itu Atheis ?

Klaim yang ini tergolong jarang didengar tapi sangat populer di kalangan kaum terpelajar terutama di bidang debat lintas-agama. Kenyataan memang menunjukkan bahwa ajaran sang Buddha seakan-akan alpha akan konsep Tuhan, dan terus menekankan bahwa pencerahan adalah usaha dari manusia sendiri untuk membebaskan dirinya lewat praktek pengembangan pikiran dan moralitas. Dalam buku Buddhism for Dummies, ditulis bahwa orang-orang melihat bahwa kata Tuhan (karena kata ini yang paling umum dipakai) sama sekali absen dalam ajaran agama Buddha sehingga mereka dengan setengah bercanda menjulukinya sebagai agama yang bagus buat kaum atheis.

Pengertian atheis secara umum adalah tidak percaya Tuhan. Dalam agama wahyu/langit/samawi, Tuhan digambarkan "personal (bisa kita bayangkan seperti kita)". Jadi Tuhan digambarkan bisa menyayangi kita, bisa menghukum, bisa marah, bisa jadi tempat kita memohon, bisa mencobai kita, dll. Tuhan seperti ini yang tidak diyakini/dipercaya oleh umat Buddha.

Bagi umat Buddha, Tuhan bukan sesuatu yg bisa kita jangkau dengan pikiran/intelektual, tapi bisa kita rasakan kehadirannya.Tuhan bukan sosok yang bisa kita suruh, perlu kita puji untuk mengambil hatinya, dan bisa kita salahkan atas apa yg terjadi dengan kita.

Ada satu pengertian lagi tentang Tuhan. Tuhan bukan sosok yang personal. Tuhan tidak dapat dibayangkan, tapi hanya bisa dirasakan sifatnya. Maha Adil, Maha Pengasih, Maha Pengampun, dll adalah beberapa sifat Tuhan yang bisa kita rasakan. Sifat Tuhan ini dalam agama Buddha dipahami sebagai hukum alam yg berjalan dengan adil. Ada 4 penggolongan hukum alam yang dikenal umat Buddha. Salah satunya yang paling dikenal adalah Hukum Karma (kamma niyama). Jadi dalam agama Buddha semua yang kita dapat karena dari hasil perbuatan kita sendiri dan berjalan sesuai dengan hukum alam.

sebagai gantinya sebagai tujuan umat Buddhist, ada digambarkan dalam kalimat berikut:
Wahai para bhikkhu, ada yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan, dan tidak dibentuk.
Wahai para bhikkhu, seandainya saja tidak ada yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan, dan tidak dibentuk, maka tidak ada jalan keluar yang dapat dilihat dari apa yang dilahirkan, dijelmakan, diciptakan, dan dibentuk.

Tetapi karena ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan, dan tidak dibentuk, maka dapat dilihat suatu jalan keluar dari apa yang dilahirkan, dijelmakan, diciptakan, dan dibentuk.

Yang dilahirkan, dijelmakan, dihasilkan
Yang diciptakan, dibentuk, yang tidak kekal
Yang bersatu dengan kelapukan dan kematian
Sarang bagi penyakit, dapat hancur
Yang muncul dari makanan dan tali nafsu- itu tidak sesuai untuk dijadikan kegembiraan

Jalan keluar dari itu, yang damai
Berada di luar penalaran, kekal,
Yang tidak dilahirkan, tidak dihasilkan
Keadaan tanpa duka yang bebas dari noda
Berhentinya segala keadaan yang menyengsarakan, berhentinya segala yang berkondisi-Sukacita
(Ittivuttakka 2:43)
Bait inilah pondasi konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama Buddha.

Di Indonesia, umat Buddha sering memakai istilah Sang Hyang Adi Buddha untuk pengganti kata Tuhan. Dan tidak semua umat Buddha memahami dan bisa menjelaskan Tuhan dalam agama Buddha.

Kata Sang Hyang Adi Buddha bukan hasil dikarang-karang, tapi memang diambil dari tradisi agama Buddha di Indonesia. Ini mungkin akan membingungkan bagi umat beragama lain dan sebagian umat Buddha, karena agama Buddha bisa berbeda beda bentuk luarnya. Tapi inti ajaran tetap sama. Agama Buddha seperti obat manjur, yang tidak dipatenkan. Jadi orang bisa kasih merek apa saja. Asal obatnya asli, mau merek apa saja, tetap saja sembuh.

Jika umat Buddha mengakui keberadaan Tuhan, mengapa mereka tidak lebih sering menyebutkannya?

Pokok Sentral ajaran agama Buddha adalah mengenai apa itu penderitaan, sebab-sebab penderitaan, dan bagaimana cara mengakhiri penderitaan. Konsep mengenai Tuhan, tidak memiliki signifikansi penting karena yang ditekankan adalah usaha manusia dalam mengakhiri penderitaan itu, bukan melalui upaya penyelamatan oleh kuasa supernatural atau mukjizat. Dalam hal ini Buddhisme juga bukanlah sekedar seperangkat sistem kepercayaan, doktrin, atau ritual, karena Buddhisme menuntut sikap skeptis terhadap ajaran apapun yang disodorkan, sekalipun itu berasal dari Buddha sendiri.

Sang Buddha sendiri berkata: "Jangan menerima segala hal yang saya ucapkan sebagai kebenaran hanya karena saya telah mengucapkannya. Tetapi, selidiki dan buktikanlah itu seperti kamu mengetes apakah sebuah bongkahan emas itu murni atau tidak. Jika, setelah menyelidiki ajaran-ajaranku, kamu menemukan bahwa mereka benar, praktekkan mereka. Tetapi jangan melakukannya hanya karena kamu ingin menghormati saya".

4 komentar:

  1. hanya orang bodoh yang memperdebatkan Theis dan Non-Theis (Atheis).

    Tidak satu pun di Indonesia ini yang punya Tuhan.
    Islam sebut Allah
    Nasrani sebut Yahwe
    Hindu sebut Sang Hyang Widi

    Semua merasa mengenal yang absolut (mutlak) seakan dekat dan mengenalnya, maka memberikan sebuah LABEL, yakni sebutan untuk yang mutlak itu.

    Namun, apakah yang MUTLAK memerlukan sebutan?
    ketika disebut, disitulah mulai timbul konflik
    Apa yang MUTLAK itu sesungguhnya?
    Apakah yang MUTLAK dapat dijelaskan lewat kata-kata?
    Ditambah lagi, apakah yang Mutlak dapat mempunyai sifat-sifat?
    Jika tidak, mengapa masih memperdebatkan soal Theis dan Non-Theis (Atheis)???

    BalasHapus
  2. Semua aliran kepercayaan hanyalah pengulangan nasehat nasehat yang tidak perlu.

    Yang perlu adalah manusia bisa merasakan Kasih dan membagi Kasih, tanpa perlu mengetahui siapa yg mengasihinya dan kepada siapa membagi kasihnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu bukan diulang2 bro
      itu cuman karena beda tempat aja

      Hapus
  3. saya setuju konsep ketuhanan menurut agama budha ini.

    BalasHapus