Gereja Timur Asiria kadang kala, meskipun tidak tepat, dianggap sebagai sebuah Gereja Ortodoks Oriental. Karena sebahagian besar terpusat di wilayah Kekaisaran Persia, Gereja ini memisahkan diri secara administratif dari Gereja Besar di Kekaisaran Romawi sekitar tahun 400 Masehi, dan kemudian keluar dari persekutuan dengan Gereja Besar sebagai reaksi terhadap keputusan Konsili Efesus yang diselenggarakan pada tahun 431. Selain itu, Gereja Assyria menghormati orang-orang kudus yang di-anathema oleh Gereja Besar dan turunan-turunannya. Lagi pula Gereja Asiria menerima suatu bentuk Kristologi yang bersifat Nestorian atau mirip-Nestorian yang ditolak oleh Komuni Ortodoks Oriental.
Sementara itu Gereja Syria di Persia akibat penganiayaan para shah yang begitu kejam akibat provokasi dari para Majus atau pemimpin Agama Zoroaster penyembah api itu, karena dicurigai menjadi antek Byzantium yang beragama Kristen, musuh bebuyutan Persia itu, memutuskan untuk memiliki Patriarkh sendiri, lepas dari Antiokhia, karena Antiokhia berada dalam wilayah Byzantium. Dan untuk meyakinkan Shah Persia bahwa mereka bukan antek Byzantium, maka secara alamiah mereka menerima theologia Syria dari Nestorius, karena selama ini Gereja Syria, di Persia, memang menghormati tulisan-tulisan Theodoros dari Mopsuestia, guru dari Nestorius. Demikianlah meskipun Nestorius akhirnya meninggal sebagai rahib di padang gurun Libia, ajarannya tetap dipertahankan oleh Gereja Syria di Persia. Maka Gereja Syriapun terpecah menjadi dua, yaitu di Syria Barat yang mengikuti definisi dari Kyrillos dari Alexandria dan di Syria Timur yang mengikuti definisi Nestorius, orang Syria itu. Sejak saat itu Gereja Syria Timur ini terkenal dengan nama Gereja Nestorian, meskipun sebenarnya mereka sendiri tak pernah menyebut diri mereka demikian. Gereja Nestorian ini sekarang lebih dikenal sebagai Gereja Assyria Timur. Ajaran mereka sebenarnya tak sejauh Nestorianisme yang dituduhkan pada mereka, dan praktek-praktek mereka tak beda dengan praktek-praktek Gereja Orthodox. Sehingga ada beberapa sarjana modern yang menyebut mereka sebagai ”Gereja Orthodox Pre-Kalsedonia”.
Gereja ini tiba di Indonesia sejak abad ke-7. yakni di 2 tempat yang bernama Pancur (Sekarang wilayah Deli Serdang) dan Barus (Sekarang wilayah Tapanuli Tengah) di Sumatra (645 Masehi).
Sejarah ini telah tercatat oleh ulama Syaikh Abu Salih al-Armini dalam bukunya dengan judul FIBA “Tadhakur Akhbar min al-Kana’is wa al-Adyar min Nawabin Mishri wa al-Iqta’aih” (Daftar berita pada gereja-gereja dan monastries di provinsi-provinsi Mesir dan sekitarnya). Daftar gereja-gereja dan monastries dari naskah asli dalam bahasa Arab dengan 114 halaman ini berisi berita tentang 707 gereja-gereja dan 181 monastries Kristen yang tersebar di sekitar Mesir, Nubia, Abysina, Afrika Barat, Spanyol, Arab dan India . Dalam bukunya (Abu Salih), tanah Indonesia masih dimasukkan dalam wilayah India (al-Hindah).
Tentu saja pada waktu-waktu, negara laut terjauh juga disebut Hindia dan Samudra dimasukkan ke Selatan India sampai ke Timur disebut laut India. Setelah itu Abu Shalih menuliskan tentang gereja-gereja di Kullam (Quilon) dan gereja-gereja di Fansur (Barus). Jika kita membaca penjelasan Abu Shalih dalam teks bahasa Arab:
“Fansur, fiha ‘iddah Biya’ Jami wa ‘min min Biha sebuah Nashatorah-Nashara, wa Hal fiha kadzalika. Wa Hiya allatiy yasala minha al-Kafur, Hadza wa al-Sinfu yanbuka min al-khasah. Wa hadzihi al-Madinat Biha bi’at wahidat ‘ala Ismi mar’at Sittna al-Saydat al-Adzra’ Maryam.
( Di Fansur, ada beberapa gereja dan orang Kristen dan mereka adalah orang kristen dari Nestorian [Suriah Timur ] dan jadi ini adalah kondisi gereja-gereja. Di kota itu ada didirikan gereja dengan nama: Sayidatina Siti Maryam al-Adzra [Bunda Maria, Perawan Maria yang Murni]).
Abu Shalih al-Armini yang bekerja pada saat ketiga dari khulafat terakhir / khalifah dari Fatimiyah di Mesir (115 – 1171 M) yang menulis buku berdasarkan sumber Arab di luar waktu, seperti: Abu al-Hussain ‘ Ali bin Muhammad al-Shabushti, Kitab al-Adyar (990 M) dan Abu Ja’far Ath Thabariy, Tarikh ar-Rasul wa al-Muluk (923 M). Di kota-kota pusat pengetahuan Kristen di masa lalu seperti, Nisibis, Harran, Yundi Shapur dan Baghdad, para ulama Kristen bekerja sama dengan ulama. Pencapaian atas hubungan antara Kristen-Islam itu dalam perkembangan ilmu di tanah Arab itu terjadi ketika waktu khalifah al-Ma’mun 833 M telah membuka “Bait al-Hikmah” (Rumah Kebijaksanaan), yang dipimpin oleh dua pendeta Kristen: Yusuf bin ‘Adi dan Hunain bin Ishaq. Sisi Kristen telah membuka harta karun budaya / Suriah Aram dan telah menerjemahkan Filsafat dan Seni Yunani ke dalam bahasa Arab. Ada cerita lain Kristen di Indonesia menurut sejarah Indonesia sebelum dan setelah 645 Masehi. Seperti sebagai Mar Abdhi’sho (Arab: ‘Abdi’ Isa) telah ditahbiskan sebagai Metropolitan Gereja Khaldea (Rules of Ecclesiastical Judments 1318 Masehi sudah menyebutkan bahwa “Metropolitan Kepulauan Laut … Dabag, Sin dan Masin” diakui tertulis dalam teologi dan dalam hukum kanonik gereja dalam bahasa Aram / Syriac dan Arab Dabag,. kadang juga dieja sebagai Dabag dan Jabag itu adalah kata Arab untuk Jawa dan Sumatera pada satu waktu sejak abad 10 Patriarkh Elias. V di tahun 1503 Masehi telah dikirim 3 Metropolitan di India dan pulau laut antara Dabag, Sin dan Masin. Mereka adalah Mar Jab ‘Alaha, Mar Ya’qub Denha dan Mar.
Sumber:
1. Abu Salih The Armenian, The Churches and Monastries of Egypt and Some Neighbouring Countries. Edited by B.T.E. Evvets (Oxford:At the Clarendon Press, 1969), p.16
2. Ibid, p.299.
3. Y.W.M. Bakker,”Umat Katolik Perintis Indonesia”, dalam M.P.M Muskens Pr, Sejarah Gereja Katolik Indonesia (Jakarta: Bagian Dokumentasi Penerangan MAWI, 1976), p.38.
4. Prof. Sutjipto Wiryosaputro, “Agama Kristen telah meluas di Indonesia sejak abad ke 7”, dalam Majalah Manusia Indonesia, No.4/1970, p. 151-156.
5. Y.W.M. Bakker, Op.Cit, pp.30-31.
6. John C. England, The Hidden History of Christianity in Asia: The Churches of the East before 1500 (New Delhi-Hongkong: ISPCK and CCA, 1996), p.98.
7. Ibid.
8. Y.W.M. Bakker, SJ. Op.Cit, p.34
9. Noorsena, Bambang, The Flash Back of The Indonesian History, Syriac Christian in India and in Indonesia, March 10th, 2000.
simple saja:
BalasHapusDi dalam penulisan sejarah (historiografi) harus terlebih dahulu mengumpulkan sumber-sumber yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
Dilihat dari Sifat:
1. Sumber Primer (sezaman)
2. Sumber Skunder (tidak sezaman)
Dilihat dari Bentuk
1. Tertulis
2. Tidak Tertulis
Gereja sudah ada di Indonesia sejak abad ke-7, berasal dari Ulama Syaikh Abu Salih al-Armini dalam bukunya dengan judul FIBA.
Jika, Tulisan Abu Salih ini sesuai dengan kaidah penulisan sejarah, maka selayaknya Tulisan Abu Salih dapat disejajarkan dengan Tulisan Bhiksu I-Tsing, ataupun laporan sejarah lainnya.
Jika tidak, maka sebaliknya Tulisan Abu Salih, tidak mencukupi syarat-syarat penulisan sejarah karena tidak mengandung validitas dan kredibilitas, dan dapat disimpulkan bahwa pernyataan itu gugur dengan sendirinya.
kurasa tulisan Abu Salih diakui kelayakannya bro. buktinya ditulis tuh di wiki:
Hapus- http://id.wikipedia.org/wiki/Kekristenan_di_Indonesia#Sejarah
- http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Timur_Asiria#Kedatangan_di_Indonesia