Ada fakta bahwa secara jumlah, diaspora orang Tiongkok merupakan
diaspora paling banyak dari satu negara dan diperkirakan berjumlah lebih
dari 50 juta orang. Sedangkan secara sejarah , diaspora orang Israel
merupakan diaspora tertua dari satu negara atau lebih dari 2000 tahun.
Kenapa
saya mengangkat topik ini? karena saya melihat ada beberapa persamaan
antara diaspora Tiongkok dan Israel. (karena saya ingin mencari
persamaan sebanyak mungkin, jadi mungkin sedikit terkesan dicari-cari).
Kedua bangsa ini juga kebetulan memiliki peradaban tertua di dunia. Dan
tentu saja banyak negara-negara lain yang ter'diaspora', India,
Indonesia, Rusia, Arab, Afrika, dll, namun saya hanya tertarik dengan
kedua bangsa ini. Saya menggunakan istilah "orang Israel", bukan "orang
Yahudi", dan "orang Tiongkok", bukan "orang Tionghoa" agar konsisten
dengan negara mereka: Israel dan Tiongkok.
Israel dengan
sejarahnya yang panjang (sejak jaman hakim-hakim, lalu raja Saul dan
raja Daud) dikuasai pemerintah-pemerintah asing (dibuang ke Mesir,
Babel, dikuasai Assiria, Persia, Makendonia, Romawi, Arab, Perang Salib,
Turki) yang tidak jarang menindas rakyat Israel. Akibatnya banyak orang
Israel yang lari ataupun diusir dari negara Israel. Sedangkan Tiongkok
dikuasai berbagai dinasti silih berganti (gonta-ganti kaisar dan
dinasti) termasuk dinasti suku minoritas Manchu dan Mongol. Tidak jarang
kaisarnya menindas rakyat Tiongkok, akibatnya banyak orang Tiongkok
yang lari keluar/merantau.
Orang Israel yang terpencar menetap
dan memiliki keturunan di puluhan negara dan ratusan kota di dunia yang
jauh maupun dekat selama beratus-ratus tahun. Contoh: orang Israel yang
tersebar hingga ke Russia, Afrika, Asia, Amerika. Sedangkan orang dari
Tiongkok yang terpencar menetap dan memiliki keturunan di puluhan negara
dan ratusan kota di dunia yang jauh maupun dekat selama beratus-ratus
tahun pula. Contoh: Orang Tiongkok yang tersebar hingga ke Indonesia,
Amerika, Kanada.
Karena situasi politik di negara asalnya (Israel
diserap oleh berbagai-bagai negara sejak Romawi), maka orang Israel
yang terpencar tidak dapat/tidak mau kembali pulang.Sedangkan di
Tiongkok , karena situasi politk di negara asalnya (Tiongkok dilanda
kemiskinan, peperangan, awal kekuasaan komunis), maka orang Tiongkok di
perantauan tidak dapat/tidak mau kembali pulang.
Hanya
akhir-akhir ini saja setelah negara Israel kembali didirikan dan gerakan
Zionisme muncul, maka banyak (tidak semua) orang yang pulang ke negara
nenek-moyangnya. Saat ini lebih dari lima juta berada di Israel dan lima
juta lainnya berada di Amerika Serikat, sisanya ada dinegara-negara
lain. Sedangkan diaspora asal Tiongkok hanya akhir-akhir ini saja
setelah negara Tiongkok mengalami perkembangan super pesat, maka banyak
orang perantauan yang memilih pulang, walaupun dalam hal ini secara
persentase tidak sebanyak Israel. Karena di Tiongkok sendiri sudah ada
lebih dari satu milyar penduduk dan 50 juta lainnya di seluruh dunia.
Dalam
diaspora Israel , hampir semua orang Israel di perantauan tidak
melupakan jati diri mereka yang sebenarnya, tidak melupakan negara asal
mereka, tetap mempraktekkan kebudayaan, kepercayaan, kulinari mereka
turun-temurun dengan sadar, seringkali budaya yang mereka praktekkan
sangat beda dengan budaya lokal, namun kedua budaya tersebut jarang
berinteraksi. Sedangkan dalam diaspora asal Tiongkok seperti perantauan
di Indonesia misalnya, membawa budaya khas yang tidak dijumpai di
Indonesia, Barongsai, Wayang Potehi, Konfusianisme, Taoisme, dll.
Kebanyakan menyadari bahwa mereka adalah pendatang (selain karena
propaganda pemerintah), dan leluhur mereka berasal dari Tiongkok
(bandingkan orang-orang putih di Amerika kebanyakan tidak tahu leluhur
mereka dari mana). Baru akhir-akhir ini saja banyak interaksi antara
budaya Tionghoa dan budaya setempat.
Orang Israel , di negara
perantauan mereka (terutama sebelum abad 20), seringkali tidak diterima
masyarakat lokal sehingga harus membentuk kelompok eksklusif. Mereka
jarang berasimilasi atau kawin campur, selain karena ajaran agama juga
karena masyarakat setempat biasanya tidak menyetujuinya.Orang yang
berasal dari Tiongkok dianggap asing di Malaysia (sampai Singapura harus
berpisah), Indonesia, Amerika (sampai ada Chinatown) walaupun telah
bergenerasi-generasi mendiami negara tersebut. Dulunya juga dianggap
susah membaur dan baru akhir-akhir ini saja banyak yang kawin campur.
Generasi tua yang kolot biasanya menentang kawin campur.
Dalam
diaspora Israel , dalam kasus asimilasi yang berhasil (dikarenakan
sudah ratusan tahun menetap), mereka membentuk suatu sub-kultur dari
lingkungan tempat mereka tinggal, namun biasanya masih dianggap orang
asing. Mereka secara etnik sudah berbeda dengan orang Israel yang
tersebar ke daerah lainnya (ada orang Akhezani, Sephardi, Mizrahi,
Yemenite, Kaifeng di Tiongkok dll). Bahasa yang berkembang dan
bercampur dengan bahasa setempat juga diklasifikasikan secara berbeda
(ada bahasa Ibrani, Yiddish, Yinglish, Ladino, serta puluhan dialek
lainnya).
Dalam diaspora asal Tiongkok di Indonesia misalnya,
terbentuk sub-kultur Tionghoa-Jawa, Tionghoa-Medan, dsb yang masih
dianggap "WNI keturunan". Mereka memiliki bahasa sendiri-sendiri dan
sub-kultur yang berbeda harus berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia
(ada bahasa Tionghoa-Jawa/Kuo-i Jowo, Hokkian-Medan, dsb). Bahasa
Indonesia dalam hal ini juga menyerap banyak kata-kata Tionghoa.
Orang-orang
Israel pada abad ke-20 ini generasi mudanya biasanya mulai menjauh dari
kebiasaan yang dilakukan nenek moyang mereka, misalnya di AS banyak
orang Yahudi yang tidak beragama Yahudi, tidak dapat berbahasa Yahudi,
lebih sering kawin campur daripada nenek moyang mereka, dsb.Senada
dengan di atas, orang Tiongkok yang bergenerasi-generasi lahir di
negara lain sudah jarang yang diajari orang tuanya bahasa aslinya
(walaupun kebanyakan masih memiliki nama Tionghoa). Tidak sedikit pula
yang tidak familiar dengan budaya Tiongkok.
Orang-orang Israel di
perantauan kebanyakan melakukan usaha bisnis, walaupun tidak sedikit
yang melakukan usaha hukum, dan jarang sekali yang bergabung dengan
pemerintah setempat atau masuk tentara. Mereka dikenal dengan
kepandaiannya dan jika ada di antara mereka yang menjadi kaya, maka
tidak jarang banyak orang setempat yang merasa iri.Orang-orang Tiongkok
dikenal sebagai pebisnis ulung, meskipun tidak dapat digeneralisasi
demikian. Banyak perantauan Tionghoa yang menjadi nelayan (khususnya di
negara maritim seperti Indonesia), petani, dll tergantung profesi
nenek moyang mereka di Tiongkok. Hanya setelah orang Tionghoa dipaksa
pindah ke kota, maka banyak yang beralih profesi menjadi pedagang.
Secara kuantitas sedikit sekali dari mereka yang berkiprah di bidang
politik maupun militer. Beberapa individu yang berhasil dan menjadi
milyuner seringkali dianggap mewakili seluruh kelompok, padahal banyak
diantaranya yang jauh lebih miskin. Rasa iri hati juga sering kali
timbul.
Tentu saja selain persamaan-persamaan di atas banyak juga
perbedaanya, misalnya kebanyakan diaspora Israel karena terpaksa
(diusir) sementara diaspora Tiongkok walaupun terpaksa, tapi kebanyakan
atas inisiatif sendiri (mencari tempat yang lebih baik).
Sumber: http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/2354-persamaan-dan-perbedaan-diaspora-tiongkok-dan-diaspora-yahudi